Selasa, 06 Januari 2009

GARA-GARA UDANG

Pagi ini Mama sedang repot memasak di dapur. Aku baru keluar kamar. Aku ingin membuat susu putih kesukaanku. “Pagi, Ma..” sapaku pada Mama di dapur. Mama menoleh ke arahku, “Pagii bidadari kecil Mama,” ujar Mama sambil mengecup kedua pipiku.
“Ma, susu Dancow Risa masih ada, kan?” tanyaku. Mama mengangguk. Mama sedang mengiris wortel dan kentang. Aku pikir, Mama ingin memasak sop untuk menu sarapan hari ini.
“Kamu bikin sendiri ya, Nak?” kata Mama. “Mama lagi repot nih,” lanjutnya.
“Iya, Ma. Risa kan udah delapan tahun, udah bisa kok bikin susu sendiri,” jawabku sembari naik ke kursi dapur untuk mengambil kotak susu yang ada di lemari atas dapur. “Mama, kok masak banyak banget? Emang mau ada tamu ya, Ma?” tanyaku pada Mama saat aku melihat ada segala macam bahan-bahan masakan di dapur.
“Iya. Tante Yan sama Om Doni mau ke sini. Mau jenguk Mama katanya. Mama kan lagi hamil Adikmu nih,” kata Mama sambil mengelus perutnya yang buncit karena sedang mengandung 7 bulan.
“Emangnya Tante sama Om belum melihat kehamilan Mama?” Mama menggeleng.
***
Aku membuka lemari bajuku. Memilih baju apa yang akan kupakai jika Tante Yan dan Om Doni datang nanti. Aku sangat antusias menunggu kedatangan mereka. Ya, karena aku ingin bermain dengan sepupu perempuanku Tira yang umurnya sama denganku. Sebelum Mama hamil, aku sempat sedih karena aku berpikir akan terus sendirian di rumah dan nggak ada teman bermain. Tapi, waktu Mama memberitahuku bahwa Mama sedang hamil, aku sangat senaaaang sekali. Karena, itu berarti aku akan mendapat Adik dan aku nggak akan kesepian lagi di rumah.
“Risaa..” panggil Mama dari bawah. Aku mendengar suara Tante Yan, Om Doni, dan yang pasti Tira. Itu berarti mereka sudah tiba di rumahku. Asyik! Aku akan bermain seharian dengan Tira.
Setelah rapi, aku segera turun. Aku menghampiri Mama dan sanak saudaraku yang baru tiba. Aku menyalami Tante dan Om-ku. “Aduh, Risa tambah cantik aja nih,” puji Tante Yan padaku. Semua sanak saudaraku yang datang ke sini pasti selalu bilang begitu. Apa iya? Kayaknya biasa aja deh.
“E.. Eh.. Iya, makasih Tante Yan,” jawabku tersipu malu.
“Eh, ayo deh kita sarapan dulu,” ajak Mama pada semuanya.
“Aduh kok pakai repot-repot segala sih, Ri?” ujar Tante Yan pada Mamaku.
“Nggak apa-apa. Emang udah aku siapkan untuk kita kok. Ayo ke ruang makan.” Mama jalan duluan bersama Tante Yan. Aku, Tira, Papa, dan Om Doni mengekor di belakangnya.
***
“Wah, ternyata keahlian kamu dalam masak memasak udah nggak bisa diragukan lagi ya, Ri,” kata Tante Yan yang ditujukan pada Mama. “Cumi asam manis dan sop-nya ennaaak banget!” pujinya.
“Terima kasih lho, Yan.” Mama senyum-senyum sembari menuangkan air putih ke dalam gelasku.
“Mama, udang gorengnya enak banget!” kali ini aku yang memuji masakan Mama. Aku dengan lahap menyantap hidangan yang sudah dimasak oleh Mama. Aku memang baru kali ini makan udang. Mama nggak pernah masak udang sehari-harinya. Kata Mama, Tante Yan dan Om Doni suka banget sama sea food, jadi Mama special masak sea food untuk Tante Yan dan Om Doni. “Tira, kok kamu nggak makan udang gorengnya Mama-ku?” tanyaku pada Tira yang sejak tadi kuperhatikan Ia hanya makan sayur sop dan ayam goreng saja.
“Ng.. Nggak, Ris. Aku alergi udang,” jawabnya.
“Oh, Tira punya alergi udang, ya?” tanya Mama. Tira mengangguk sambil meyuap sesendok nasi. “Ya udah, kalau gitu kamu makan yang lainnya ya, Tira. Jangan sampai nanti kumat alerginya,” lanjut Mama.
***
Dari halaman belakang, aku mendengar Mama, Papa, Tante Yan, dan Om Doni sedang bercengkrama di Ruang Tamu. Aduh, kok badanku gatal-gatal ya? Batinku dalam hati saat sedang bermain dengan Tira.
Tira memperhatikanku dengan tatapan heran. “Kenapa kamu, Ris? Kok garuk-garuk?” tanya Tira.
“Aku nggak tau nih, Ra. Tiba-tiba badanku gatal-gatal,” jawabku sambil menggaruk punggung, tangan, dan kakiku.
Tira beranjak dari tempatnya dan menghampiri orang tua kami yang sedang berada di ruang tamu. Mama, Papa, Tante Yan, Om Doni, dan diikuti Tira di belakang mereka, berjalan menuju halaman belakang unuk menghampiriku. “Kamu kenapa, Risa?” tanya Mama yang mungkin heran sudah ada bercak-bercak merah di tangan dan wajahku. Mama terlihat khawatir dengan kondisiku.
“Ya ampun Risa.. Wajah sama tangan kamu kenapa merah-merah begitu?” tanya Tante Yan. “Pah, Papa periksa Risa gih, Pa!” perintah Tante Yan pada Om Doni. Ya, untungnya Om Doni adalah seorang dokter. Jadi, nggak usah susah-susah mencari dokter lain kalau sedang dalam kondisi gawat kayak gini.
Om Doni mendekatiku. Ia memegang kening, wajah, dan tanganku. Kelihatannya, Ia tenang-tenang aja. Itu berarti penyakitku ini nggak terlalu parah. Om Doni berdiri. “Nggak apa-apa. Itu hanya alergi aja,” katanya santai. Orang-orang di sekitarku saat itu terlihat sedikit lega.
“Alergi apa, Om?” tanyaku. Om Doni hanya mengangkat bahunya menandakan Ia tidak mengetahui alergi ini disebabkan oleh apa.
“Mama tadi membiarkan Risa makan udang, ya?” tanya Papa. Mama mengangguk. “Ya ampun, Mama. Risa itu kan alergi udang. Mama lupa?” lanjut Papa.
“Astaga! Maaf Risa, Mama lupa,” kata Mama. Tante Yan, Om Doni, Papa, dan Tira tertawa. Aduh, Mama gimana sih. Anaknya sendiri punya alergi kok malah lupa, huh! Gumamku dalam hati.
“Tapi, merah-merah ini bisa hilang kan, Om?” tanyaku pada Om Doni.
“Pasti, Risa! Asal kamu nggak makan udang lagi, ya. Dan jangan lupa minum obat.”
“Yah, padahal kan udang buatan Mama enak banget, huhuhu..” aku meringis.
***

Tidak ada komentar: